Zoom (11/01), AKSITARU Indonesia berkesempatan untuk memertemukan Elina Farida (Mentor AKSITARU) dengan Pengurus Yayasan Senyum Anak Santri Indonesia (SAI), Akbar dan Miska serta seorang peserta difabel, Fikha. Kegiatan tersebut dalam rangka memertemukan pegiat atau pejuang difabel dengan inventor teknologi dan seni mitra AKSITARU Indonesia untuk mewacanakan kolaborasi untuk rumah difabel di Brebes Jawa Tengah.

“Kami sangat bersyukur dipertemukan dalam wacana kebaikan ini. Kami berharap ada tindaklanjut, untuk kolaborasi dalam rangka pelatihan keterampilan untuk adik-adik difabel kita di Brebes. Kami memiliki kurang lebih 200 siswa/i, dan sebagian ada yang skizofrenia dan autis“, demikian petik Akbar N.P.D Wahana M.Esy
Hadir dalam kegiatan itu, Miska Fitria S.IP, Founder Srikandi peduli difabel Brebes sekaligus Pengurus UPD Yayasan SAI mengatakan bahwa adik-adik binaannya memiliki minat dan kemauan untuk belajar seni keterampilan. Ia sangat berharap, wacana ini ditindaklanjuti di lapangan untuk memberikan penguatan soft skill bagi adik-adik difabel di Brebes.
Selaku calon penerima manfaat program, Fikha, difabel tunawicara dari Brebes hadir membersamai forum. Ia mengutarakan keinginannya untuk memiliki keterampilan tambahan selain memasak, menjahit dan melukis.
“Ada lima kawan-kawan saya, yang suka melukis dan kesenian. Saya ingin bisa seperti mereka“, demikian disampaikan oleh Fikha.
Elina, pemilik brand dan toko kreatif elina keramik mengapresiasi minat dan langkah-langkah teman-teman SAI dan adik-adik dampingannya. Menurut Elina, ada banyak potensi yang bisa digali dari difabel.
“Kita hanya perlu mengajak orang tua mereka, mendengarkan mereka secara pelan-pelan dan mengarahkan kegiatan yang lebih positif ke mereka. Kami sudah menemani difabel untuk berkarya dan berseni dan karya mereka terjual hingga puluan juta. Beberapa karya mereka, terjual di festival difabel nasional. Mereka perlu kita libatkan, untuk berkreativitas“, petik Elina
Tambahnya, kegiatan difabel dan skizofrenia ini membutuhkan penanganan berbeda sehingga dirinya membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan teman-teman praktisi dari Widyatama dan pegiat difabel lainnya.
Sementara itu, Imam Mudzakkir, selaku pembina AKSITARU Indonesia menambahkan bahwa kolaborasi rumah difabel Brebes ini, perlu disinergikan dengan Manajemen Talenta Difabel.
“Perlu ada penguatan manajemen talenta difabel. Dari 4000 orang difabel se Kabupaten Brebes, dari 200 binaan yang direncanakan sebagai mitra, dimana passion dan minat mereka. Itu perlu kita petakan SWOT mereka, lewat Peta Talenta Difabel Indonesia. Apalagi dengan kehadiran Pergub dan Perbup tentang Kabupaten Inklusif. AKSITARU harus menghadirkan konsep tata ruang yang ramah difabel di kemudian hari. Syukur, Brebes menjadi kota pertama di Indonesia “, tutup Imam
Menurut Imam, persoalan difabel bagi dirinya sudah tak asing. Karena beberapa minggu lalu, beberapa teman-teman di Jawa Timur sudah mengajaknya berkolaborasi.
“Ada teman saya, membuka kafe UMKM yang dikelola oleh teman-teman difabel di Tuban. Mereka dilatih menjadi seorang barista, kafe tender dan melayani pelanggan dengan ramah, salah satu contoh kasus saja“, lanjut Imam.
Di akhir kegiatan, Eko Fajar selaku moderator kegiatan menilai bahwa forum kolaborasi rumpun difabel seperti ini, perlu dirutinkan atau dijadwalkan. Ia melihat, bahwa rekan-rekan difabel membutuhkan berbagai metode pedagogi dan andragogi yang beragam sehingga melatih pembiasaan kognitif dan non kognitif mereka.
“Syukur dari kegiatan kita ini, melahirkan kelas-kelas singkat (short course) atau rumah kolaborasi di tiap kota atau menjadi peminatan mata kuliah di kampus lokal, seperti praktik bahasa isyarat atau workshop -workshop terapi difabel“, tambah Eko Fajar

Kegiatan ini ditutup dengan apresiasi bersama dan rencana follow up di kemudian hari.