Jakarta (12/12), Rancangan UU Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang telah terbit pada 4 Desember 2023 lalu memiliki beberapa terobosan pembangunan salah satu diantaranya yakni perihal inovasi kelembagaan perkotaan di Wilayah Megapolitan Jakarta. Inovasi kelembagan perkotaan ini berbentuk Keanggotaan Dewan Kawasan, yang akan mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan dokumen perencanaan pembangunan. Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintah melalui BAPPENAS RI juga sedang menyusun kegiatan konsultansi pengembangan Jakarta Global City, sebagai vision branding pasca pemindahan IKN ke Kalimantan Timur.

Ditemui setelah kegiatan FGD Diseminasi Akhir Kajian Jakarta Global City, di Novotel Bogor (29/11). Imelda, sebagai Koordinator Konsultan kajian menyampaikan kepada Tim Media AKSITARU bahwa ada tiga hal agenda yang perlu diarusutamakan untuk mewujudkan Jakarta Global Cities yakni 1) Pembangunan Infrastruktur Tangguh Bencana di Wilayah Pesisir Utara, 2) Perluasan pembangunan Kawasan berbasis Transit Oriented Development dan 3) Penguatan Kelembagaan Perkotaan di Wilayah Jakarta.
“Saya pikir, ada 3 hal yang perlu menjadi concern kita, pertama soal isu perubahan iklim di wilayah pesisir Teluk Jakarta. Kedua, proyek-proyek pembangunan berorientasi pada Kawasan Mixed Use dan ketiga soal penguatan kelembagaan perkotaan yang kuat untuk menciptakan harmonisasi penyelenggaraan penataan ruang”, Cerita Imelda.
Senada dengan Imelda, Dr Frank, Konsultan individu dari tim Jakarta Global City juga menyampaikan bahwa dibutuhkan sekitar Rp 360 T hingga Tahun 2029, untuk menciptakan berbagai proyek untuk meningkatkan kemampuan daya dukung kawasan Megapolitan Jakarta Global Cities.
“Kami telah menghitung sementara ini, dari indikasi proyek pembangunan di sekitar Kawasan Megapolitan DK Jakarta. Kurang lebih ada dua belas (12) proyek pembangunan untuk memenuhi indikator Global Cities Jakarta, dengan estimasi nilai Rp 360 T pada tahap RPJP hingga 2045. Kita Perlu kelembagaan super yang mampu me-lead lintas urusan ini“, jelas Dr. Frank

Eko Fajar yang hadir sebagai Tamu Undangan dalam kegiatan FGD Jakarta Global City, menanggapi paparan dari Tim Konsultan Bappenas itu bahwa dokumen RUU DKJ dan naskah Kajian Jakarta Global Cities memerlukan intensi lebih adalah soal penunjukkan dan pemenuhan indikator kinerja Dewan Kawasan. Ia menilai bahwa Dewan ini tidak akan sebangun dan sejalan bekerja, jika dipimpin oleh personalia yang tidak mengetahui wawasan penataan ruang, dan wawasan tentang proyeksi/ pemodelan sosial-ekonomi.
“Saya beranggapan bahwa Dewan Kawasan Aglomerasi, akan sia-sia jika hanya memiliki fungsi perencanaan dan fungsi monitoring evaluasi saja. Iya akan sia-sia, apalagi penunjukan atau pengisian keanggotaannya diserahkan kepada Wakil Presiden. Belum lagi Gubernur-nya, juga dipilih dari Presiden kan. Ini isu yang harusnya, perencana kritis dan bisa memberikan masukan melalui penyusunan alat ukur kinerja Dewan Kawasan.”
Ia juga menanggapi bahwa ada kemungkinan konflik kepentingan antara Bupati/ Walikota di wilayah penyangga Megapolitan DK Jakarta jika harmonisasi tata ruang tidak terselesaikan khususnya target penyelesaian dokumen-dokumen perencanaan ruang seperti RDTR di Kabupaten Bekasi, Cianjur, Karawang, Tangerang dan Kota Depok, Kota Bekasi dan Kota Administratif di DK Jakarta.
Lanjutnya, Menurut Eko, Dewan Kawasan Aglomerasi ini perlu diberikan kewenangan ekstra selevel City Manager yang memiliki fungsi diskresi seperti mengatur mobilitas penglaju perkotaan, mengintervensi perubahan guna lahan, dan bahkan harus mampu mengelola atau memfasilitasi data center (pusat data terpadu kawasan) di lintas kabupaten kota megapolitan Jakarta.
“Sebelum mewacanakan Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi, seharusnya Dewan Kawasan Aglomerasi ini sudah betul-betul memastikan Arah, Substansi dan Strategi Tata Ruang di wilayah Penyangga dan wilayah Inti Jakarta. Belum lagi soal, pemodelan pemodelan tematik bersifat dinamis, seperti model sosial-ekonomi (mobilitas dll) dan model lingkungan (perubahan lahan), seharusnya itu bisa jadi kewenangan khusus yang bisa dikelola Dewan Kawasan Aglomerasi. Tidak seperti sekarang, dalam perundangan DKJ, Dewan Kawasan hanya duduk untuk koordinasi saja. Dewan Kawasan Aglomerasi bisa selevel City Advisor atau sesekali City Manager untuk isu yang tak mampu diselesaikan oleh Bupati/ Walikota atau Gubernur“, jelas Eko
Meskipun demikian, Eko Fajar mengapresiasi langkah berani Pemerintah untuk menyusun RUU DK Jakarta ini.
“Ini terobosan luar biasa, bagi kemajuan megapolitan perkotaan Jakarta”, tutup Eko