Kuningan (01/02/2023), Tim AKSITARU Indonesia yang diwakilkan oleh Eko Fajar Setiawan, mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk menyampaikan informasi awal terkait kegiatan Sekolah Lapang Petani Eks Galian Pasir di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan. Sejumlah staff Ahli Bupati dan Kepala Bagian Pembangunan Pemerintah Kabupaten Kuningan sangat ramah, menyambut kedatangan perwakilan AKSITARU.
Pada pertemuan itu, Pemerintah Kabupaten Kuningan berminat untuk menindaklanjuti hasil riset model adopsi inovasi budidaya kedelai di lahan eks galian lainnya di Kuningan.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengamati keberjalanan inovasi program budidaya kedelai di lahan eks galian pasir di Wilayah Desa Cibulan, Cidahu Kuningan. Ditanya melalui telpon seluler, Eko menyampaikan fakta dan perkembangan potret adopsi inovasi pengelolaan lahan eks galian pasir di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan.
Menurutnya, sebagian masyarakat Desa Cibulan khususnya kelompok petani kedelai telah menjadi kelompok adopter sehingga berani berbuat untuk mendobrak konsep rehabilitasi eks galian pasir melalui pendekatan budidaya kacang-kacangan selama 5 tahun terakhir.
“Dari teori Rodgers yang sudah kita telaah, kelompok tani pembudidaya kedelai Desa Cibulan sudah menjadi adopter untuk penggerak rehabilitasi eks galian, dan ini perlu diduplikasi di desa eks galian lain di Cidahu. Sementara, Kelompok non adopter ini umumnya mereka pemilik lahan galian dari luar desa, pemilik lahan sawah tadah hujan umumnya lebih memilih menelantarkan tanah garapannya.” jelas Eko
Lanjutnya, Untuk mendongkrak adopters, ada 5 komponen yang perlu dipenuhi yakni aspek keuntungan relatif, kompleksitas (tingkat kesulitan), kompatibilitas (tingkat kelayakan), observasi (pengamatan) dan percobaan berulang (triability). Kesemua komponen itu, menurut Eko, budidaya kacang-kacangan khususnya kacang kedele di lahan eks galian pasir, Desa Cibulan mengalami tingkat kesulitan (kompleksitas) yang tinggi dan keuntungan relatif yang rendah sehingga kontinuitas petani untuk memproduksi kedelai di lahan eks galian tidak dapat dilakukan ke level massif production.
“Kurang efektif dan efesien bertani kedelai di lahan eks galian pasir jika orientasi nya adalah membangun industri komoditas kedelai. Kultur petani disini, adalah petani penggarap yang sebelumnya adalah petani penggarap kacang tanah, tebu dan buah-buahan. Kesulitan mereka untuk mencari garapan lahan karena kepastian lahan yang tidak ada menjadi penyebab menurunnya produktivitas kedelai di Cibulan pada tahun 2022”
Hal yang baik dari kebijakan budidaya kedelai tahun 2018-2021 di Kuningan itu, ternyata membawa hikmah bahwa petani Desa Cibulan telah memiliki plot alokasi lahan garapan di lahan eks galian pasir di salah satu kelompok, termasuk di dalamnya petani juga mengatur komoditas tanam.

“Karena ini proyek nasional yang ramai pada tahun 2018, 2019, 2020, 2021. Berbicara fakta di lapangan, banyak yang perlu ditindaklanjuti seperti pengalihan aset rumah kedelai Cibulan dari kelompok tani ke pemdes yang belum dilaksanakan, kepastian lahan diatas konsesi lahan pengusaha galian pasir yang belum jelas dan kontrak budidaya antara offtaker dan petani yang belum memihak petani. Rasanya perlu segera dievaluasi secara menyeluruh”, jelas Eko
Dari pemerintah Kabupaten Kuningan, diwakilkan oleh Bapak Beni selaku Staff Ahli Bupati bidang Ekonomi Wilayah mengapresiasi kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Eko Fajar Setiawan, dan AKSITARU Indonesia. Ia berujar, bahwa kegiatan ini harus ada tindak lanjut diskusi dengan Bupati, Setda dan Dinas terkait untuk menindaklanjuti riset dan catatan perbaikan di lapangan
Sama dengan Beni, Jumhari selaku Kepala Administrasi Pembangunan Kabupaten Kuningan juga menilai bahwa penelitian ini perlu ditindaklanjuti secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Kuningan.
“Saya sangat senang, adik dkk bisa meneliti fenomena eks galian di Cidahu. Ajukan saja audiensi dengan Bupati. Nanti kita coba fasilitasi untuk duduk bersama Pengusaha galian pasir disana untuk dipertemukan secara ketiga belah pihak, dari petani penggarap- desa dan pengusaha” papar Jumhari, yang alumni Geologi UNPAD angkatan 1993“, tutur Jumhari
Menurutnya, ini pembelajaran yang baik bagi wilayah lain yang memiliki persoalan eks galian pasir. Hal yang perlu diapresiasi dari riset ini, tentunya tahapan metodologis untuk menemukan fakta dan validasi di lapangan melalui pendekatan saintifik (drone mapping) dan sekolah lapang dengan petani dan kader desa.
“Peta musim tanam desa skala 1:5000 itu,perlu didorong sebagai output sekolah lapang seharusnya. Jadi petani itu tau garapannya dimana, tau batas lahannya dan tau komoditas prospek/ unggulan di wilayahnya” jelasnya
Ia juga menambahkan bahwa karakteristik petani adalah salah satu kunci utama menjaga kontinuitas kegiatan pertanian. Jika kegiatan budidaya pertanian di suatu daerah dipaksakan tanpa melihat kultur bertani mereka dan termasuk motif mereka bertani, sulit untuk membentuk korporasi tani. Dirinya berharap, konsep pengelolaan lahan di eks galian pasir membawa konsep seperti mata air, artinya konsep keberlanjutan produksi yang tidak bergantung musim dan diversifikasi hasil panen yang memiliki nilai jual tinggi dianggap perlu dikenalkan.
“Saya berharap karena pengalaman mas Eko dan AKSITARU sebelumnya, di dunia atsiri atau inovasi teknologi seperti Karya PT Parametrik Solusi ini, yang kami harapkan. Coba gali, komoditas yang prospek di Wilayah eks galian, apakah itu buah-buahan, industri atsiri sereh wangi atau apa lah, sehingga warga itu kontinu bisa menikmati hasil. Ya kedele, kacang dan padi silakan dikembangkan tetapi saya minta ada konsep tematik untuk pendapatan harian petani, tidak perlu menunggu lapar selama 3 bulan” petik Jumhari
Kegiatan selanjutnya ditutup dengan perbicangan santai di antara tamu diskusi kegiatan. Sebagai informasi, Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian tesis Mahasiswa Magister Studi Pembangunan ITB dibawah supervisi dari Dr. Drs. Suhirman S.H., M.T selaku Kepala Program Studi Pembangunan ITB.