Definisi Luas
Lahan kritis merupakan satu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, atau biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman, dan kehidupan sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya (Ishak & Apong, 2012). Sementara itu, menurut Pemerintah lahan kritis atau lahan terdegradasi itu adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air (Kemenhut 52/Kpts-II/2001).
Definisi itu akhirnya merujuk pada pengertian yang sangat luas, yang hanya akan diketahui lebih detil setelah mengetahui hasil pengujian terhadap karakteristik tanahnya. Bagi orang awam, kehadiran definisi ini mungkin akan merujuk pada hal-hal yang multitafsir. Kondisi lahan kritis juga bisa di lahan pesisir, lahan daratan, lahan tegalan/ pekarangan, lahan hutan, lahan sempadan, lahan sawah irigasi dan lahan bekas tambang/ galian.
Atas luasnya, definisi lahan kritis ini-lah, penanganan rehabilitasi lahan kritis menjadi tanggung jawab utama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jendral Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung yang termuat dalam Masterplan Penanganan Rehabilitasi Lahan Krisis hingga tahun 2030.
Statistika Lahan Kritis Indonesia
Data Direktorat Jenderal PDASHL menunjukkan luas lahan kritis di Indonesia terus menurun. Tahun 2018, luas lahan kritis tercatat seluas 14,01 juta hektar. Sebelumnya, pada tahun 2009 tercatat berada pada angka 30,1 juta hektar, dan tahun 2014 seluas 27,2 juta hektar. Mulai tahun 2019, KLHK melakukan sejumlah langkah korektif, termasuk dalam luasan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. KLHK menargetkan luasannya menjadi 207.000 ha, dan akan terfokus pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 65 dam/bendungan, dan daerah-daerah rawan bencana.
Penanganan Lahan Kritis Kurang Transparans
Sebagai publik, kita berhak untuk me-recheck atau melakukan tracking informasi perkembangan penanganan lahan kritis dari pemerintah yang telah dimuat dalam sistem informasi berikut: https://sim-pdashl.menlhk.go.id
Kondisi dukungan informasi / data lahan kritis juga tersajikan dari salah satu pemprop berikut ini. Sayang data tidak termonitor dengan baik sehingga kurang dikelola
Namun sangat disayangkan akses informasi ke pada platform tersebut tidaklah mudah diakses dan ramah kepada semua pengguna server. Maka wajar, jika seringkala terdapat perbedaan data luasan (spasial) lahan kritis dari beberapa versi.

Hal itu, berakibat pada tindakan klaim atas beberapa program pemerintah daerah Propinsi melalui media viral / media massa. Padahal kondisi di lapangan, belum tentu sesuai dengan kondisi kerusakan yang diceritakan oleh pemerintah.
Perlunya Prinsip Keseimbangan Dalam Partisipasi Pengelolaan Lahan Kritis
Diantara persolan hutan dan lahan kritis yaitu data BPS, menunjukkan bahwa dari 25.863 desa yang berada di sekitar kawasan hutan itu ternyata 36,7% termasuk kategori miskin. Sementara, angka kemiskinan di Pulau Jawa sebanyak 14 juta orang atau 52% dari total penduduk miskin nasional sebanyak 26,5 juta penduduk (BPS, 2021). Maka itu, pemerintah Jokowi menilai bahwa partisipasi dapat mewujudkan keseimbangan dalam pengelolaan lahan kritis dengan melibatkan masyarakat untuk mengelola hutan negara.
Selain itu, potret lahan kritis yang ada di Pulau Jawa menunjukkan dari 2,1 juta ha lahan kritis di Jawa, 472 ribu ha berada di dalam kawasan hutan. Data lain juga memperlihatkan bahwa desa atau kampung yang berada di dalam kawasan hutan yang terisolir seluas 7.235 Ha, tambak terlantar seluas 31.112 Ha, pertambangan seluas 1.246 Ha, dan jalan yang melintasi kawasan hutan seluas 225 Ha.
Program Perhutanan Sosial & Tanah Objek Reforma Agraria yang berpihak kepada rakyat, sebagai pemenuhan janji pemerintah Jokowi “Nawacita 2”, dengan target Perhutanan Sosial sebesar 12,7 juta ha yang merupakan proyek strategis nasional berdasarkan Perpres 56/2018 diharapkan akan semakin mudah tercapai.
Data perkembangan rinci realisasi capaian Perhutanan Sosial Nasional sampai dengan 7 Oktober 2019 sudah diterbitkan 6.078 unit SK/izin Perhutanan Sosial seluas 3.421.548,55 ha, yang mencakup 758.353 kepala keluarga (KK). Selain itu telah dilakukan penetapan Hutan Adat seluas 24.152,34 ha dan wilayah indikatif Hutan Adat seluas 554.476, 66 ha. (KLHK, 2019). Target nasional program Perhutanan Sosial adalah alokasi 12,7 juta ha lahan hutan untuk masyarakat. Meskipun belum tercapai, namun secara indikatif lokasi kawasan hutan yang dapat dialokasikan untuk mendukung program Perhutanan Sosial sudah ditetapkan melalui Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 12,7 juta yang terletak di seluruh Indonesia.
Mengingat target nasional yang perlu dikejar itu, pada tahun 2022 lalu, SK tentang KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus) sebagai instrumen rehabilitasi juga akan mengatasi 46% lahan kritis di Pulau Jawa.
KLHK mendorong implementasi penanganan lahan kritis melalui pendekatan MPTS (Multi purpose tree spesies) di hulu, pendekatan eco tourisme mangrove dan pendekatan ekoriparian di sekitar sempadan/ Sungai/ Danau/ Bendungan. Kementrian Pertanian mendorong implementasi penanganan lahan kritis dengan mendorong budidaya tanaman kacang-kacangan, dan pemanfaatan pupuk atau elisitor organik untuk lahan-lahan pertanian. Sementara Kementrian ESDM mendorong budidaya tanaman energi dan kayu keras tahunan, seperti kaliandra, jati, pinus dan beberapa komoditas lain.
Masing-masing kementrian ini memiliki capaian dan target masing-masing. Seringkali antar kementrian ini tak mampu merancang skema intervensi kegiatan di lapangan sehingga petani atau masyarakat terdampak mengalami dilema atas pengambilan keputusan untuk mengikuti “instruksi” program secara vertikal. Akhirnya petani pun terpaksa bergular pada realita bahwa menjadi mitra offtaker komoditas pasar induk (kentang, kubis, sayuran, dan cabe) adalah jalan yang dipilih daripada menunggu buah membusuk atau biji kopi yang lama 3-5 tahun.
Pelibatan Swasta Perlu disisi Hilir “Tata Kelola SDM Petani Lestari”
Sebagai contoh yang bijak, swasta yang betul-betul fokus menyiapkan hilir pengelolaan lahan kritis adalah Sampoerna.
Mereka melakukan pelibatan masyarakat yang lestari sejak proses hulu, hingga hilir. Dalam hal ini, mereka mewajibkan proses yang ketat dalam menerapkan sistem pelacakan dokumenter untuk menyimpan catatan pemasok, pembelian, input, pemrosesan, dan output yang berstandar internasional.
Konsep tersebut, lebih menuju pada praktik CSV (Creating Shared Value), berfokus untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan menciptakan nilai ekonomi bagi perusahaan secara bersamaan. Perlunya tata kelola hilir yang berorientasi pada penciptaan lapangan pekerjaan dari potensi yang dihasilkan dari kegiatan intervensi rehabilitasi lahan kritis salah satu alternatif terbaik mendorong sustainabilitas kegiatan.
Kurikulum Pendidikan Berorientasi Pengelolaan Lingkungan Lestari
Kami percaya, bahwa pendidikan adalah cara efektif untuk mengetaskan kemiskinan atau kebodohan di suatu negeri.
Dari IPM beberapa daerah yang memiliki kasus lahan kritis terbanyak sepanjang 10 tahun terakhir di Jawa Barat dan Jawa Tengah, ada kecenderungan pola dimana faktor pembangunan manusia yang lemah akan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang lestari.
Salah satu contoh kecil, tentang culture petani pesisir di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang menganggap bahwa eceng gondok adalah sampah yang dihasilkan dari sungai yang tercemar.
Padahal jika kita lihat berdasarkan riset-riset terapan strategis, eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai potensi kerajinan, potensi olahan pakan alternatif dan sumber energi biomassa yang tinggi.
Dengan begitu, langkah yang tepat di masa ini selain perlu melakukan aksi-aksi lingkungan. Kita juga perlu memastikan agar angka pembangunan manusia dari indikator pendidikan di tiap daerah, harus kompetitif.
Sisi yang lain yang kami temui, tentu dimana warga di sekitar eks galian pasir tidak mengetahui vegetasi tanaman apa yang cocok untuk ditanam di lahan kering. Padahal banyak sekali riset atau praktik tentang penerapan vegetasi kacang-kacangan di lahan eks galian.
Kemauan dan kemampuan untuk berpikir kritis dari bangsa kita itu masih rendah
Empati yang tinggi jika tidak didukung kemauan atau kemampuan berpikir kritis maka akan berpotensi mengganggu pembangunan bangsa