Jakarta (28/2/2023), Penanggung Jawab Riset dan Advokasi, Eko Fajar Setiawan bersama tim media AKSITARU menerima panggilan dari Kementrian Pertanian RI. Mewakili Dirjen Tanaman Pangan, Mulyono, selaku Kepala Seksi Kacang Kedelai Direktorat Kacang dan Umbi serta beberapa staff dari AKABI mengadakan audiensi perihal evaluasi kegiatan budidaya kacang kedelai di lahan eks galian, Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu Kabupaten Kuningan
Dalam kegiatan tersebut, Eko Fajar memaparkan hasil sekolah lapang bersama kelompok masyarakat tani Desa Cibulan yang menyatakan bahwa inisiasi kegiatan budidaya kacang kedelai di lahan eks galian pasir memiliki maksud yang baik untuk merehabilitasi lahan eks galian namun kurang diminati petani karena kepastian pasar, stok benih minim dan belum ada sarana pergudangan, sehingga dirasa kurang serius dikerjakan.

“Mereka yang diarahkan untuk membudidayakan kedelai, dari program desa sentra kedelai banyak berpaling di lapangan. Namun, karena lahan mereka bekas galian. Mereka lebih meminati menanam kacang tanah karena pasar nya lebih terjamin walau harga jual masih kalah dibanding kedelai.” tegas Eko
Ia menambahkan bahwa evaluasi kegiatan ini dilakukan untuk menyempurnakan tata kelola budidaya kedelai di desa Sentra Kedelai, Desa Cibulan, Cidahu, Kuningan
“Pada kenyataannya, di lapangan hanya sekitar 5ha saja yang menanam kedelai tahun 2022. Kami melakukan validasi itu dengan drone, dan sekolah lapang kedelai. Hanya 10% petani desa Cibulan, yang masih menanam kedelai dan berencana menjadi petani penangkar. 90% lainnya, hanya ikut-ikutan untuk mendapatkan bantuan pupuk dan obat tani. Dari segi hasil panen, kedelai yang ditanam di lahan eks galian hanya menghasilkan 900 kg/ ha saja, sangat jauh dengan lahan bekas padi. Dibandingkan kacang tanah, per ha mampu mencapai 2,5 ton/ha di lahan eks galian” jelas Eko kepada Mulyono
Eko menyatakan demikian, berdasarkan aspirasi dari empat (4) kelompok tani dan observasi di lapangan, pada bulan Desember 2022 s.d. Februari 2023. Ia membuktikan bahwa berdasarkan citra drone 1:5000, program kedelai di Cibulan memiliki kekurangan yang perlu dikoreksi bersama.
“Kenyataannya, petani justru ingin pergiliran tanaman kacang di lahan eks galian. Kepastian lahan garapan yang mayoritas lahan perusahaan juga berpengaruh, mereka lebih memilih menanam kedelai di lahan perusahaan tambang dibandingkan lahan miliknya. Lahan miliknya, lebih ditanam kacang tanah. Itu realitanya“, jelas Eko
Sementara itu, Mulyono beranggapan bahwa hal itu perlu dimaklumi, mengingat budidaya kedelai di Kuningan baru-baru saja dimulai tahun 2010-an. Sebelumnya memang warga Kuningan bergiat di tanaman kacang tanah sejak dulu.
“Mengubah kultur dari kacang tanah ke kedelai membutuhkan waktu. Apalagi dari setiap periode pemerintahan, kacang kedelai ini komoditas pangan yang diintervensi oleh pusat lewat skema tarif impor dan kuota impor. Walau hasil tidak mencapai target, tujuan kami memulai di lahan eks galian dengan kedelai mengubah mindset agar petani melirik urgensi budidaya kedelai. Kalau pun gagal, bintil akar kedelai mampu mengikat unsur hara tanah dengan bagus. Paling tidak, tanah eks galian subur kembali“, jelas Mulyono kepada kami
Dengan hasil audiensi ini, AKSITARU dan Kementan RI melalui AKABI sepakat untuk memasifkan gerakan tanam kacang di lahan eks galian.
“Sekarang mas kan sudah tau, kondisi di lahan eks galian. Kami harap AKSITARU bisa support pendekatan sekolah lapang ke beberapa masyarakat di lahan eks galian lagi dengan sekolah lapang dan uji coba tanam kacang-kacangan. Apalagi temuan saat ini, kacang kedelai justru lebih bagus di tanah bekas padi yang kaya unsur hara. Saya titip suar agar gerakan tanam kacang tetap diperjuangkan” petik Mulyono
Kegiatan ditutup dengan penyerahan produk peta cetak 1:5000, produk sekolah lapang Rangers Ex Tambang dengan keluaran utama peta guna lahan, peta prospek komoditas pasca tambang dan peta tematik lainnya.
“Terakhir, saya harap kawan-kawan AKSITARU bisa berkunjung ke Grobogan, Pati, Cianjur, Sukabumi. Kami sedang support kedelai di sana” jelas Mul