Menu Close

Ceritakan Ragam Praktik Baik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia, Peserta Antusias Dorong Investasi EBT Masuk Desa

Via Zoom (8/11/2020), Kelas Sesi keenam belas Kader Teknik Desa oleh AKSITARU Indonesia terselenggara sukses, dengan topik diskusi “Desa Ramah Energi”. Pada sesi hari ini, antusiasme peserta terhadap potensi pemanfaatan energi baru dan terbarukan sangatlah besar. Pada sesi kelas ini, peserta dikenalkan tentang potensi pemanfaatan, metodologi dan teknik penerapan dan sharing tentang rencana-kolaborasi yang bisa diterapkan bersama di Desa. Pembicara pada sesi kelas ini, Zagy Brian dari SRE (Social Renewable Energy), Komunitas peduli EBT dan Kutut Lambang, Pelaku “Integrated Farming”  dari Pelaku  BUMDes Indonesia, asal Karanganyar, Jawa Tengah.

Zagy membagikan pandangannya terhadap potensi matahari, angin, air dan panas bumi sebagai energi baru dan terbarukan yang dimiliki Indonesia, dan masih rendah pemanfaatannya di Indonesia.

“Kalau dari matahari, pemerintah itu sudah fokus mengembangkan disana. Di Indonesia sekarang karena kita sering berinteraksi dengan kementerian, targetnya sedang ada 1 juta pemasangan solar panel. Cuma kami belum tau ini,akan dialokasikan buat desa dimana saja. Kalau yang saya lihat di desa, yang paling mudah diimplementasi itu kita bisa bikin turbin air. Aliran air itu bisa banget untuk menjadi sumber listrik untuk penerangan mungkin. Masalahnya itu cara membuatnya ya. Membuat turbin itu kalau misalnya dijelaskan di sini tidak akan selesai. Kalau memang tahu di situ ada potensi apa saja bisa saja diajukan ke kami, ke teman-teman mahasiswa karena kami non profit”, Papar Zagy

Selain berbagi pengalamannya terkait pemanfaatan energi baru dan terbarukan di desa. Zagy juga menjawab beberapa pertanyaan dari peserta diskusi yang ingin mengetahui

“Kita membutuhkan 3 juta untuk membuat kincir angin di Mekarwangi, Garut. Kemarin, Kita ngumpulin baterai-baterai bekas laptop habis sekitar 1 – 1,5 juta. Yang mahal ini akomodasi dan harga towernya. Kita lagi coba mendesain kalau pakai bambu ini bisa bagus atau tidak. Kalau tower ini tidak kuat nanti bisa rubuh (tidak terdengar). Kurang lebih kita habis 14 juta” Jawab Zagy menjawab pertanyaan Peserta dari Maluku

Setelah paparan dari Zagy, kemudian dilanjutkan oleh Pak Kutut, Pelaku Biogas dan Integrated Farming dari Karanganyar, Jawa Tengah. Menurutnya, konsep Integrated Farming ini, awalnya merupakan usaha pribadi yang dijalankan sudah bertahun-tahun. Namun dengan melihat warga desa, yang memiliki potensi yang sama, melihat hamparan sawah, dan kandang-kandang sapi. Ia jadi terpikir untuk mengembangkan potensi desa tersebut bersama warga.

Ketika ditanya, soal bagaimana memulai itu semua.

Kutut, menjelaskan bahwa ia memulai dari langkah yang kecil, awalnya 3 orang dari kelompok tani saja. Setelah ditekuni beberapa tahun, banyak warga yang tertarik untuk bergabung termasuk pemerintah desa.

Menurutnya, biogas yang  gas yang dikembangkan dihasilkan melalui aktivitas anaerobik (tanpa oksigen) di dalam digester dari bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, limbah rumah tangga dan limbah pertanian.

“Biogas kami, berasal dari bak penampungan yang ada di kandang- kandang warga dan kandang komunal kami. Sekarang, kapasitas kandang menampung sekitar 300 ekor sapi. Kita baru mulai 3 tahun lalu, dan lewat penyertaan modal desa senilai 50 Juta. Produknya disupport betul oleh warga dan kelompok tani disini. Residunya, kami olah jadi pupuk kandang dan dipakai oleh warga untuk pertanian organik. Sementara, limbah cair (endapan) kami olah jadi gas yang bisa bermanfaat untuk rumah tangga di desa”,Jawab Kutut

Menurutnya, konsep Integrated Farming ini adalah konsep yang dapat diimplementasikan di semua desa yang memiliki potensi pertanian dan peternakan.

“Biogas yang kita hasilkan daya yang fleksibel, dan dapat diandalkan. Kita juga mampu meringankan warga, utamanya dalam pengeluaran kompor gas. Hal yang lebih istimewa, kita mampu mengurangi cemaran dari metana yang dihasilkan dengan harga yang terjangkau. Tinggal bagaimana kemauan dan empati warga saja, yang perlu dibangun” Jelas Kutut

Salah satu peserta meyakinkan bahwa konsep tersebut harusnya ditiru oleh masyarakat dan pemerintah desa lainnya.

“Harusnya konsep-konsep dari pemateri hari ini perlu ditiru oleh desa lain, memanfaatkan angin sebagai pembangkit air untuk sawah, memanfaatkan air sungai atau energi matahari (panel surya) untuk listrik di rumah-rumah pedalaman, memanfaatkan pupuk kandang untuk pertanian organik, dan mengelola limbah kandang sebagai barang input usaha biogas. Tinggal bagaimana pemerintah mendorong investasi yang demikian, agar memihak kepada kepentingan masyarakat desa”, Jawab Wawan dari Sintang, Kalimantan Barat

Bagikan ke
Posted in Rilis Pers

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *