Bandung (19/08), ada banyak tutorial destilasi di Youtube untuk menghasilkan atsiri dari beragam komoditas seperti sereh wangi, vetiver, nilam, napol, kenanga dan lain sebagainya. Atsiri atau essens oil, adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya.
Hal yang belum diketahui oleh sebagian kalangan, bahwa minyak atsiri di Eropa telah mengalami babak baru dalam pengembangan teknologi pengolahan atsiri di antaranya dari mulai teknologi destilasi (penyulingan), teknologi ekstraksi dan hingga teknologi fraksinasi.
Di Indonesia, industri minyak atsiri saat ini, didominasi oleh pelaku UKM, koperasi dan swasta yang mayoritas menggunakan teknologi destilasi (penyulingan) yang menghasilkan rendemen sekitar 2-4% bergantung dari kapasitas produksi dan tingkat kekeringan komoditas yang dihasilkan sehingga pengolahan atsiri menggunakan destilasi ini menghasilkan eksternalitas berupa cairan hidrosol (limbah sisa) dari proses penyulingan. Padahal banyak sekali praktik baik yang telah dimulai oleh perusahaan swasta terkini baik dalam/ luar negeri telah berganti mode teknologi dari destilasi menjadi ekstraksi atau bahkan fraksinasi yang terbukti jauh menghasilkan rendemen <2%
Dengan dominasi limbah hidrosol yang massif, beberapa pelaku swasta di beragam daerah di Jawa Timur dan Jawa Barat telah mengolah limbah hidrosol menjadi limbah. Di Desa Semen, sebagai Desa Industri Hidrosol pertama di Indonesia juga telah bermitra dengan BUMN Kimia Farma dan PT SIL. Sementara di Jawa Barat atau propinsi lain, masih bersifat pasar lokal (tingkat kecamatan/ kabupaten).


Hal lain yang belum diketahui, penjualan minyak atsiri juga memiliki rantai pasok yang cukup panjang. Dari mulai kelompok tani / kelompok swasta UMKM penyulingan atsiri lalu ditampung di tengkulak di level kabupaten, selanjutnya di tampung di agen besar atsiri untuk dimurnikan (biasanya di Bekasi/ Kendal/ Lampung) dan selanjutnya dikemas di Kantor agensi atsiri nasional di Jakarta, Surabaya atau Medan untuk kemudian dikirim eksport. Panjangnya jalur dari rantai ekonomi atsiri nasional ini yang menyulitkan pelaku untuk berkreasi mendistrupsi pasar nasional sehingga transisi teknologi destilasi ke ekstraksi dianggap memerlukan waktu dan sekaligus konsolidasi nasional.
Harga minyak atsiri sangat bervariasi tergantung jenis dan sumbernya. Misalnya minyak cengkeh dimana minyak dari daun cengkeh sekitar Rp. 135.000, tangkai cengkeh sekitar Rp. 150.000-/kg. Minyak nilam antara Rp. 350.000,- s/d Rp. 600.000,-, minyak melati lebih mahal yaitu mencapai 30 – 90 juta / kg sedangkan minyak bunga mawar lebih lagi yaitu mencapai 70 – 150 jt / kg.

Dikutip dari BBKK (2015), data-data perkembangan industri minyak atsiri Indonesia belum menggembirakan. Menurut Ketua Dewan Atsiri Indonesia (2015), produksi minyak atsiri Indonesia yang utama adalah daun/gagang cengkeh (clove leaf/stem oil), minyak sereh wangi (citronella oil), minyak nilam (patchouli oil), minyak kayu putih (cajuput oil), dan minyak terpentin (turpentine oil). Menurut Edi Cahyono (Pusat kajian atsiri UNNES) perkembangan industri minyak atsiri Indonesia sangat lambat. Pada zaman penjajahan sampai tahun 1970 minyak atsiri yang diekspor adalah sereh wangi, kenanga, akar wangi dan nilam.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa potensi minyak atsiri Indonesia sangat perlu untuk dikembangkan dengan memberikan nilai tambah melalui peningkatan produksi, peningkatan kualitas dan diversifikasi produk. Ditambah dengan jumlah penduduk yang besar dan kemampuan ekonomi yang semakin baik akan menjadi tujuan pasar berbagai komoditas termasuk komoditas itu minyak atsiri. Disini peran balai riset terutama dibawah Kemenperin dapat melakukan penelitian untuk membantu memberikan alternatif pemecahan masalah melalui penciptaan nilai tambah (value creation) minyak atsiri.
Perusahaan swasta di Bandung, sudah memproduksi atsiri tanpa hidrosol dan telah menguji beberapa sampel komoditas dari kulit-buah-biji-daun hingga kayunya. Mereka menggunakan pendekatan ekstraksi tanpa pelarut, dengan metode super critical fluid sehingga komoditas yang diekstrak telah mendekati kekeringan yang sempurna.

Produsen tersebut juga telah mengadakan kemitraan dengan perusahaan swasta dan BUMN (Biofarma) dalam pengadaan mesin, hingga kerjasama offtaker produk akhir (minyak atsiri)
