Via Zoom Meetings (18/10/2020), Kelas daring sesi kesepuluh, telah dilaksanakan pada hari minggu tanggal 18 Oktober kemarin, Pemateri, M. Rafialdy Janitra S.T. Tenaga ahli tim percepatan pembangunan Propinsi Jawa Barat mengisi paparan materi berkaitan rekomendasi pengembangan desa wisata bagi pelaku dan unsur pemerintahan di desa. Kegiatan tersebut, dihadiri oleh tak kurang 22 peserta dari beberapa propinsi di Indonesia, yang terdiri dari perangkat BPD, Anggota Persatuan BUMDes Indonesia (PBI) dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Dalam paparannya, Rafi menjelaskan bahwa pariwisata adalah kegiatan manusia di luar kehidupan sehari, dari dan ke luar daerah tujuannya. Ia menjelaskan bahwa konsep utama pariwisata yakni faktor 3A , atraksi (daya tarik wisata), amenitas (pendukung kenyamanan), dan aksesibilitas (konektivitas dan promosi).
“Pada tahun 2018, total jumlah wisatawan ke destinasi wisata nasional sekitar 15,81 juta wisatawan nasional dan menyumbang 4,8 % PDB nasional. Terdapat beberapa pendekatan pengembangan desa wisata, yakni market approach dan physical approach. Market Approach menekankan pada interaksi manusia (user) dan atraksi destinasi wisata, sementara Physical Approach lebih menekankan pada aktivasi konservasi lingkungan perdesaan”.Jelas Rafi
Rafi, selanjutnya menjelaskan bahwa tahapan tahapan pengembangan desa wisata yang terdiri dari sepuluh (10) tahapan di antara lain pengambilan komitmen bersama, identifikasi permasalahan dan potensi desa, inisiasi pelembagaan wisata, kelengkapan regulasi, konsultasi dan pendampingan SDM, pengembangan/ penataan fisik, branding, menyusun paket wisata, pemasaran dan kerja sama, serta evaluasi dan inovasi.
“Hal-hal lain, yang muncul sebagai narasi pengembangan desa wisata, yakni soal kemitraan dan inovasi pengembangan desa. Kemitraan untuk pengembangan desa wisata tak hanya bergantung dari sumber-sumber pemerintah, akan tetapi dimungkinkan bentuk pembiayaan lain seperti CSR, donor/ filantropi dan investasi dari swasta. Selain itu, persoalan inovasi pengembangan desa banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan peradaban. Menurut OECD,mereka menyebut bahwa inovasi desa 3.0, tak lepas dari tiga (3) aspek yakni karakteristik wilayah, keterlibatan pelaku dan objektivitas pembangunan (sosial, ekonomi dan lingkungan)”, Rafi
Menurut Rafi, hal yang penting lainnya, soal desa wisata dan pariwisata desa itu cukup berbeda. Desa wisata menekankan pemanfaatan potensi dan sumber daya lokal, sehingga kebermanfaatan dan penerima manfaatnya sangat diharapkan agar menyasar ke seluruh masyarakat desa.
Setelah paparan Rafi selesai, tanggapan selanjutnya dari peserta dipersilakan. Beberapa dari peserta kita menanyakan soal kerjasama pembangunan desa wisata, legalitas dan inovasi desa wisata..
“Pak Rafi, bagaimana kasus-kasus desa yang tidak memiliki potensi alam yang baik? Misalkan desa wisata buatan, bagaimana peluangnya di pasar pak rafi?”, tanya Demang Wirosobo, BPD Madiun
“Apakah terdapat bentuk pendanaan lain dari desa wisata? Bagaimana pembagian hasilnya, jika menggunakan skema tanah desa atau tanah warga”, tanya Heri, BPD Sulawesi
“Sama dengan pa heri, bagaimana mengambil peluang anggaran dari perusahaan, CSR pak? Kami ingin tau caranya, dan prosedurnya”, tanya Pak Saefulloh
“Baik, bapak-bapak. Sekalian. Terimakasih atas pertanyaannya, soal pembiayaan dari swasta, atau pemerintah. Kita sarankan agar legalitas usaha bapak/ ibu jelas terlebih dahulu, karena tidak semua pihak dapat ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan. Seringnya, proyek- destinasi wisata ini dikerjakan oleh pihak ketiga, konsultan utamanya, lalu desa dilibatkan sebagai warga penerima manfaat atau pekerja. Tetapi jika bapak/ ibu ingin mendapatkan peluang anggaran dari perusahaan, itu coba dipastikan apakah terdapat forum CSR di kabupaten/ kota masing-masing atau tidak. Karena jika tidak ada forum CSR, artinya, ini sangat bergantung pada relasi bapak/ ibu dengan rekan-rekan di perusahaan. Skema bagi hasil itu, bergantiung pada kesepakatan yang dilakukan antara pemdes dengan investor. Biasanya, yang saya sering liat, pihak unit BUMDes yang mendapatkan anggaran itu atau kelompok sadar wisata. ” Jawab Rafi
Rafi juga menjelaskan bahwa desa wisata buatan itu, sangat memungkinkan untuk menarik pasar. Misalkan, dari kasus embung / umbul ponggok klaten, itu salah satu produk wisata buatan. Hanya saja, kembali pada sejauh mana keunikan produk wisata buatan itu dibanding produk lainnya dan kebermanfaatan dari desa wisata.
Diskusi ditutup dan peserta saling berfoto bersama menatap layar masing-masing.