Via Zoom (3/10), Melalui kegiatan Rapat Kerja Jejaring AKSITARU Indonesia, pada Minggu 3 Oktober 2021 kemarin. Beberapa jejaring mitra dari BUMDes dan Koperasi (Poktan dan PUSKUD) hadir membersamai rapat kerja jejaring. Ada dua bahasan dalam rapat jejaring ini, yakni bahasan terkait kedaulatan ekonomi desa dan kontribusi AKSITARU sebagai civil society di Indonesia. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini, akan dibagi ke dalam breakout room dengan masing-masing room akan dimoderatori oleh pengurus AKSITARU.
Pada kegiatan sesi bahasan kedaulatan ekonomi desa, salah seorang peserta, Hadi sucahyono dari Jawa Tengah menegaskan bahwa kegiatan seperti ini bisa menjadi refleksi bersama antara pelaku ekonomi desa dengan pihak ketiga (NGO/ LSM) atau pemerintah.
“Saya dkk di Jawa Tengah sangat siap, mendorong ekonomi sirkular di desa. Dari segi teori, sangat bagus mewacanakan keberlanjutan ekonomi- lingkungan dan sosial agar tumbuh bersama. Namun dari segi praktik, sepertinya masih jauh dari harapan. Besar harapan, AKSITARU dan pemerintah mampu menjembatani konsep ini di masyarakat desa, agar tak jadi wacana.”, tegas Hadi.
Sependapat dengan Hadi, Saepuloh dari Lebak juga menyatakan bahwa permasalahan desa pasca UU Desa hari ini yakni lebih kepada kemampuan suprastruktur desa yang terbatas dan partisipasi masyarakat yang jarang menghadirkan praktik baik untuk desa.
“Banyak data yang saya cari di warga, data SDGs dll. Tetapi kita sulit menghadirkan praktik yang baik lewat dana desa. Ada sekitar 30 ha lahan tanah kas desa, dan itu belum berkontribusi banyak ke desa. Betul kata, pa Hadi dan para pemantik diskusi, bahwa desa saat ini kekurangan konten”, tegas nya
Sementara itu, Ahmad Mujaddid, Direktur Pengembangan Bisnis AKSITARU Indonesia menjelaskan bahwa konten (story) dan bisnis itu dua hal yang berbeda namun saling melengkapi. Menurutnya, produk tanpa cerita itu ibarat masakan tanpa garam.

“Praktik ekonomi pasar membutuhkan competitive dan comparative advantage. Bicara ekonomi desa, lebih kompleks lagi. Ada kelembagaan, peraturan desa (regulasi) dan tengkulak. Mereka yang berani membuka pasar harus memiliki pengetahuan atas praktik baik menurut idealisme mereka“, petiknya
Lanjutnya, ekonomi sirkular desa ini sesuatu hal yang tidak baru, dan sebagian sudah ditemukan di desa namun membutuhkan waktu untuk masyarakat mengerti potensi bisnis lewat konten.