Menu Close

Forum Desa Tangguh Bencana, Rekomendasikan Program Penataan Fisik Hadapi Persoalan Banjir di desa

Via Zoom (14/12/2020), AKSITARU Indonesia kembali menyelenggarakan sesi pelatihan kader teknik desa ke dua puluh dua (Sesi 22) dengan pemateri, Sabrina  Farah dari Praktisi Solusi Banjir. Sabrina atau biasa dipanggil, Sasa. Sasa memaparkan fenomena banjir dari landasan teori (asal muasal banjir), ragam/ jenis banjir, dan rekomendasi pengelolaan fisik menghadapi banjir.

“Banjir itu fenomena atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air meningkat. Banjir itu tak dapat dilepaskan dari pola hujan. Di Indonesia, kurang lebih ada tiga (3) pola hujan, pola hujan ekuatorial, pola hujan monsoon dan pola hujan lokal. Pola hujan yang sering terjadi di Indonesia itu, biasanya berpola hujan ekuatorial dan pola hujan monsoon yang puncaknya biasanya, relatif pada bulan maret s.d. oktober”, Papar Sasa

Sasa menjelaskan bahwa di Indonesia, terdapat tiga (3) karakteristik banjir yang sering terjadi yakni banjir rob (banjir pesisir), banjir lokal (banjir pluvial) dan banjir kiriman (banjir fluvial).

“Banjir rob itu, akibat meningkatnya permukaan air laut, banjir lokal itu akibat sistem drainase yang tidak mengakomodasi kondisi run off dan banjir kiriman akibat hujan deras di hulu”, Jawab Sasa

Kemudian, Sasa merekomendasikan beberapa bentuk intervensi fisik sebagai langkah mitigasi bencana banjir, diantaranya dengan berbagai pendekatan yang menyesuaikan kondisi wilayah.

“Untuk memitigasi risiko banjir di hulu, kita dapat melakukan penertibangan bangunan tak berijin (liar), praktik vegetasi tetap (agroforestry), pengembangan eco-village, reboisasi, pembuatan sumur resapan, pengeruan sungai, pengelolaan sampah dan kampanye pemuliaan sungai.”, Jelas Sasa

Selanjutnya, Sasa juga menambahkan bahwa mitigasi di wilayah hilir ini dapat dilakukan melalui konsep zero run off. Konsep zero run off ini merupakan kebijakan yang bersifat keharusan, agar bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke dalam drainase atau sistem aliran sungai.

“Setidaknya ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk pengelolaan wilayah hilir sungai, yakni dengan memperbanyak sumur resapan, sistem pemanenan air hujan, akuifer (absah), kolam resapan dan permeable blok (batako serap air)”, jelas Sasa

  Menurutnya, semua orang dapat berperan terhadap pengelolaan air yang ada di bumi.

Di akhir diskusi, moderator AKSITARU Indonesia, bersama-sama mengkampanyekan praktik bertani / berkebun yang sadar terhadap kondisi sungai di wilayah Hulu.

“Bapak, ibu. Mari kita coba amati sistem parit (Rorak) yang ada di wilayah sekitar hulu. Sistem rorak ini telah lama dikenalkan oleh insinyur belanda saat mengelola kopi-kopi di wilayah Priangan. Ada parit yang memisahkan jarak antar tanam, dengan lebar:panjang:kedalaman sekitar 60:50:60 cm, dengan jarak antar parit 1,5m dan tegak lurus terhadap kontur lereng.”, Jelas Eko

Sebelum diskusi ditutup, Sasa dan Eko mengajak bahwa dengan forum diskusi seperti ini, akan membuka literasi kita terhadap peran pemerintahan dan masyarakat desa. Semua itu dilakukan dengan kesadaran, dengan memanfaatkan penganggaran desa.  

Bagikan ke
Posted in Rilis Pers

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *