Via Zoom Meeting (17/10/2020), Kelas Daring Pelatihan Kader Teknik desa AKSITARU Indonesia, telah sampai di sesi yang kesembilan (Sesi 9) dengan pemateri Debora Ulibasa Lubis S.T. Pada materi ini, Debora menyampaikan pentingnya pertimbangan-pertimbangan teknis dalam perencanaan tapak suatu kawasan strategis di desa. Kegiatan ini dihadiri oleh tak kurang dua puluh lima (25) orang dari beberapa propinsi di Indonesia.
“Perencanaan Tapak ialah, proses merancang bangunan atau kawasan berdasarkan prinsip dan studi karakteristik lahan, karakteristik pengguna, dan program kegiatan yang dibutuhkan. Dalam merancang tapak bangunan/ kawasan ini terdapat beberapa proses yakni analisis makro-meso- mikro kawasan, studi regulasi, analisis fungsi perancangan, zonasi kawasan, sistem sirkulasi, pola ruangan dan gubahan massa bangunan dan rekayasa tapak”, Papar Debora, sebagai pemateri
Dalam materi itu, Debora juga menekankan pentingnya melakukan rekayasa tapak dengan lebih detil, dibantu tools, peta kontur. Tujuannya, untuk mengurangi biaya operasional/ pembangunan khususnya apabila daerah sekitar site merupakan area yang berkontur sedang dan curam. Debora juga berpesan, bahwa pemerintah atau konsultan teliti dalam melakukan pentahapan pembangunan yang bermanfaat sebagai strategi pembangunan fisik ketika dana pembangunan memiliki keterbatasan.
“Bapak/ ibu, dalam membangun di kawasan site yang berkontur. Sebaiknya bangunan yang akan dibangun, seharusnya sejajar dengan garis kontur dan tidak boleh tegak lurus dengan garis kontur karena risikonya akan menambah beban biaya pengurugan- dan penimbunan tanah. Penting sekali, peta kontur itu untuk membantu pembangunan pak/ ibu. Hal lain yang perlu diperhatikan, bahwa pembangunan itu tidak langsung diselesaikan, butuh pentahapan atau permulaan (titik mula). Poin pentingnya ada pada kegiatan yang dijadikan tahap pertama, kegiatan itu harus menunjang secara ekonomi dan memiliki daya tarik wisata itulah yang bisa kita jadikan tahap pembangunan yang pertama.”, Tegas Debora
Selanjutnya, pada sesi tanya jawab, terdapat beberapa pertanyaan dari peserta.
“Kak Debora, ijin bertanya. Saya memiliki area destinasi wisata arum jeram dan wisata sungai. Lokasinya berbatasan dengan kabupaten di Jawa barat, dan memiliki pemandangan bagus, menghadap ke hamparan sawah dan perbukitan. Kendala kami, kami memiliki keterbatasan anggaran untuk membangun fasilitas publik. Sebagian kita sudah pakai anggaran untuk membangun fasilitas arum jeram, kami masih bingung, fasilitas apa lagi yang perlu dibangun untuk menggaet wisatawan dan menghasilkan uang kak. Apa strateginya kak ?”, Tanya Saepulloh, BPD Lebak Banten
“Begini mbak, kami punya destinasi wisata kolam renang dan wisata lainnya di desa. Kami yakin potensinya masih dapat dikembangkan, tetapi kami memiliki keterbatasan anggaran dan kami ingin bekerja sama dengan investor. Apa tau strategi nya bagaimana memenuhi keterbatasan anggaran tersebut, mbak?” Tanya Demang Wirosobo, BPD Madiun
Debora menjelaskan bahwa jawaban terbaik ketika anggaran kita terbatas, yakni memanfaatkan porsi anggaran yang sudah ada dengan lebih cerdas.
“Kita bisa memulai dengan membangun fasilitas publik terlebih dahulu, yang melahirkan peluang ekonomi untuk warga. Misalkan kafe atau warung makan atau saung makan, dengan pemandangan sawah dan sungai. Kita coba buatkan paket wisata, antara arum jeram dengan wisata kulinernya. Sementara untuk investasi, biasanya kita coba kolaborasikan dengan dana CSR perusahaan pak, atau investor lokal yang mau sepakat dengan kita”, jawab Debora
Sebelum ditutup, Eko Fajar penanggung jawab kelas daring AKSITARU menjelaskan bahwa konsep kerja sama dalam pengembangan desa wisata, memiliki keberagaman pola dan skema. Menurutnya, ada pola yang perlu dieksplorasi yakni pola kerja sama infrastruktur BOT (Bulding- Operate- Transfer)
“Pola BOT ini pernah diterapkan di beberapa desa di Kecamatan Sumedang Selatan, Jawa Barat. Investor membangun beberapa objek destinasi wisata, biasanya fasilitas penginapan atau hiburan seperti saung, sanggar seni dan budaya, dan penginapan. Skema ini sangat menarik untuk diinisiasi dan ditiru oleh beberapa desa lain. Tugas pemerintahan desa melalui BUMDes akan melakukan MOU (penandatanganan kerja sama) dengan pihak investor, untuk pembiayaan proyek pembangunan.” jelas eko
Lebih detil menyangkut pola BOT ini, Investor akan menyediakan modal atau pendanaan untuk proyek, termasuk menanggung pengadaan material, peralatan dan jasa lainnya yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Selanjutnya, investor berhak mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonomi pembangunan proyek tersebut (manajemen dan operasional) sebagai penggantian dari seluruh biaya yang telah dikeluarkan dengan jangka waktu tertentu (umumnya 25 tahun atau lebih). Dengan ini investor dapat mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan dan mendapatkan keuntungan dengan konsep BOT ini. Setelah lewat waktu tersebut, maka seluruh bangunan dan kepemilikannya, sesuai dengan perjanjian BOT, maka beralih menjadi milik yang menyediakan tanah, dalam hal ini pemerintah desa”, jelas Eko