Via Zoom (11/10/2020), AKSITARU Indonesia menyelenggarakan kelas daring pelatihan kader teknik desa, pada minggu sore. Kelas ini adalah kelas kedelapan, dengan pemateri Dzaki Naufal Hakim S.T. selaku Tenaga Ahli Kementrian ATR/ BPN Republik Indonesia dari Direktorat Pengendalian. Dzaki, selaku fasilitator menjelaskan konsep, praktik dan peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan lahan pertanian dan pangan berkelanjutan (LP2B). Kelas ini dihadiri oleh tak kurang dua puluh orang (20) dari para peserta AKSITARU, yang berasal dari beberapa propinsi di Indonesia.
Menurut Dzaki, kebijakan lahan pertanian dan pangan berkelanjutan adalah langkah pengendalian laju alih fungsi lahan pertanian untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.
“Kami (ATR/ BPN), mencatat setidaknya setiap tahunnya sebanyak 150 ribu hingga 200 ribu hektare lahan sawah berubah menjadi lahan nonsawah seperti kawasan industri, rumah dan lainnya. Ada juga kejadian seperti konversi lahan irigasi menjadi lahan perumahan. Oleh pemerintah dan DPR, kebijakan LP2B ini diatur dalam UU 41 Tahun 2009, dan produk perundang-undangan dibawahnya” Jelas Dzaki
Dalam paparan nya itu, Dzaki menegaskan bahwa aturan pengendalian alih fungsi lahan ini sulit sekali terlaksana. Hal itu diakibatkan di akibatkan oleh Inkonsistensi produk tata ruang daerah, Penegakan hukum terhadap pelaku dan penindakan alih fungsi lahan tidak tegas, Objek perlindungan lahan didasarkan pada fungsional lahan.
“Kita perlu kolaborasi untuk menyikapi kebijakan LP2B ini. Sebagai masyarakat atau pemerintah desa, dapat berkolektif dan berkomitmen, mengajukan usulan penetapan kawasan pertanian dan pangan berkelanjutan (LP2B) kepada pemerintah pusat melalui Pemerintah Kabupaten/ Kota. Hal selanjutnya, yakni tugas pemerintah untuk merealisasikan insentif dan disinsentif kepada pemilik lahan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, Dzaki.
Diskusi berlangsung secara interaktif dan peserta sepakat bahwa kebijakan lahan pertanian dan pangan di desa ini, perlu untuk disosialisasikan lebih lanjut melalui forum-forum musyawarah desa sehingga dapat ditindaklanjuti, sebagai Program Pendaftaran Aset Desa (Legalisasi Aset Desa), Kerjasama Antar Desa dan Perdes (Peraturan Desa) tentang Lahan Pertanian Lestari/ LP2B.
“Perlu dicatat, bu pak. Bahwa meski telah ditetapkan sebagai peraturan desa tentang lahan pertanian lestari. Itu belum cukup, mengingat cakupan hamparan sawah yang ditetapkan sebagai Kawasan LP2B adalah sekurang-kurangnya 15 Ha, beririgasi teknis, memiliki dukungan infrastruktur (jalan usaha tani) penunjang dan produktivitas yang tinggi. Artinya, kekuatan hukum perdes belum cukup mengikat komitmen tata ruang oleh komunitas desa lain. Hal ini memerlukan, konsep kerja sama antar desa antar kawasan, yang mana kekuatan hukum nya lebih kuat dari Perdes. Maka itu, mau tidak mau, kebijakan ini harus termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Lahan Lestari dan penyusunan zonasi LP2B sebagai muatan dokumen rencana tata ruang (RTRW) kabupaten/ Kota”, Tutup Dzaki