Bandung (16/12), bertempat di Kantor BTrust Advisory Group , puluan peserta dari forum mahasiswa geospasial se Bandung Raya mengikuti kegiatan Akademi Drone sesi kedua pada tanggal 16 Desember 2023. Kegiatan yang diselenggarakan atas kerjasama AKSITARU Indonesia dan BTrust Advisory Group merupakan rangkaian kegiatan untuk mencetak kader geospasial yang nantinya diharapkan menghadirkan arah baru penataan ruang di Indonesia melalui norma, standar, pedoman dan kriteria yang lebih akomodatif terhadap asas-asas pembangunan desa, khususnya asas rekognisi terhadap praktik perencanaan tata ruang di desa.
Arah baru tata ruang Indonesia, melahirkan talenta-talenta SDM Perencana Wilayah dan kota yang menguasai proses akuisisi data geospasial menggunakan drone/ citra satelit, menganalisis dan memvisualisasikan data geospasial, memvalidasi temuan/ isu lanskap di lapangan melalui penerapan metode partisipatif hingga kreatif dalam praktik pengelolaan geospasial seperti konsep Urban/ Rural Place Making, Design Thinking, Participatory GIS Mapping, Geodemografy Analysis dan Participatory Rural Appraisal serta tools lain dari berbagai mentor yang ada.
Visi Arah baru tata ruang indonesia itu pun, melahirkan berbagai program hingga modul turunan yang dihadirkan oleh AKSITARU Indonesia seperti Rangers Ex Tambang Indonesia, Akademi Drone Desa, Kader Geospasial, Kelas Arsitek/ Lanskap Desa hingga Tur De Workshop untuk meningkatkan lanskap pengetahuan bagi perencana tentang dampak penerapan teknologi atau industri bagi suatu kawasan.
Ditemui saat menghadiri Kelas Budget Literacy Forum Seknas FITRA, Eko Fajar mengutarakan bahwa salah-satu mimpi yang ingin diwujudkan AKSITARU adalah mendorong kompetensi baru perencana tata ruang wilayah yang serba bisa dengan dinamika perubahan zaman. Perencana tata ruang tidak hanya bisa bekerjasama dengan arsitek atau lulusan sipil, namun perencana tata ruang juga bisa bekerja dengan informatika, seniman, sejarawan, arkeologi bahkan kelompok sosial humaniora lainnya.
Ia juga mengutarakan bahwa produk tata ruang kita, dari RTRW- RDTR dan RTR Kawasan strategis hanya mengakomodasi kepentingan pusat dan kepentingan bisnis kelompok tertentu. Wacana arah baru penataan ruang di Indonesia, menurutnya perlu berangkat dari agenda-agenda advokasi dan penguatan talenta hingga memberikan contoh-contoh nyata di level terkecil, khususnya desa.
“Kuncinya ada di desa atau kampung. Kalau perencana tata ruang bisa bekerja di desa/ kampung, saya yakin pembangunannya terarah karena berdasarkan aspek keruangan dan kewenangan lokal masyarakatnya. Caranya? Bagi saya sederhana, kita perlu memulai mendorong praktik-praktik penataan ruang di level desa yang tematik. Tiap Desa punya mimpi, mana kawasan untuk pangan lestari desa, mana kawasan untuk permukiman, mana kawasan untuk heritage dan mana kawasan untuk mixed used. Sulit? Ya tidak, tergantung kemauan. RTRW dan RDTR hanya akan menghasilkan konsep kota-kota growth center, ujungnya pasti alih fungsi lahan dan perkotaan massif.” jelas Eko
Eko juga melanjutkan bahwa reskilling dan upskilling bagi perencana tata ruang juga diperlukan, mengingat tantangan di masa depan sangat dinamis. Problematika sulit ditebak sehingga konsep penataan ruang, perlu konsep tandingan yang matang.
“Konsep tandingan RTRW Nasional- Propinsi dan Kab/Kota, ya Tiap Desa harus punya Rencana Tata Ruang Desa dan Kawasan Perdesaan sesuai kebutuhan warganya. Gunanya ada musdes dan pejabat perangkat desa, apa? Nah, problematika desa, harus diselesaikan melalui pendekatan keruangan di desa. Masalahnya, Tidak semua desa memiliki peta dasar 1:5000, dan pengelola/ operator GIS, apalagi bermimpi punya masterplan tata ruang desa tematik. Betul kan? Jadi ini misi kami, untuk mencetak ribuan talenta perencana tata ruang desa karena masa depan indonesia, bertumpu pada desa”, jelas Eko

Sementara itu, ditemui oleh Tim Media AKSITARU, Vira Islamiyah selaku Koordinator Program Akademi Drone menyampaikan bahwa kegiatan ini diikuti oleh dua puluh dua orang (22) orang peserta dari berbagai kampus jurusan teknik atau rekayasa ilmu geospasial se Bandung Raya. Peserta mendapatkan beasiswa pendidikan, dan pelatihan, hingga mendapatkan modul pelatihan serta Mentor sebaya dari senior berpengalaman yang telah terjun di beberapa lapangan kasus-kasus tematik geospasial di luar Jawa atau di dalam Jawa.
“Banyak diskusi positif selama pelatihan, banyak masukan dan kritik oleh peserta terutama mengenai durasi program. Banyak peserta menginginkan agar durasinya diperpanjang selama satu (1) semester, dan peserta juga berharap dapat mengoperasikan drone di luar kelas pelatihan.” Jelas Vira
Peserta juga akan diarahkan untuk berkomitmen untuk mengaktivasi wadah Mentorship Para Perencana Tata Ruang yang berkonsentrasi terhadap isu penataan ruang di desa dan kawasan perdesaan.
“Kami memiliki berbagai program untuk menyalurkan talenta SDM Perencana Wilayah/ Geografi/ lulusan geospasial untuk bekerja di Desa. Dari mulai program Kader Teknik Desa, LPM Academy, Kelas Arsitek Desa, Young Miners Indonesia, Rangers Ex Tambang bahkan Akademi Drone. Perencana Wilayah atau Kota, perlu diset-up, demikian juga kurikulum. Akhirnya banyak produk tata ruang hanya memenuhi hasrat investor bukan kebutuhan warga desa atau kaum adat. Karena kami lembaga pendidikan, penelitian dan pengabdian, kami fokus mencetak modul- kurikulum dan SDM yang siap dipakai di lapangan, mendampingi persoalan keruangan di perdesaan. Kuncinya ada pada Mentorship antar generasi, antar kampus/ jejaring dan antar teman sebaya“, jelas Vira
Imam Mudzakir, selaku Pembina AKSITARU Indonesia menambahkan bahwa Peserta Akademi Drone Desa ini akan dibina untuk dikenalkan dengan ekosistem mentorship dan inkubasi kader, untuk lebih mendalami teknik-teknik, pendekatan, tools atau pengetahuan tertentu yang lebih relevan dengan isu di lapangan secara mendalam khususnya tentang bagaimana menciptakan produktivitas di perdesaan melalui intervensi teknologi dan industrialisasi yang berkelanjutan di kawasan perdesaan.
“Kita punya program Tur Workshop UMKM manufaktur di perkotaan industri, salah satunya Bandung. Setelah peserta belajar esensi penataan ruang, peserta tau potensi dan rantai nilai suatu kawasan, lalu peserta terjun mengadvokasi eksternalitas pembangunan bagi desa. Maka selanjutnya, peserta akan dikenalkan dengan ekosistem manufaktur untuk menggerakkan basis produksi di wilayah. Banyak yang bisa dieksplore dari industri atsiri, industri energi baru terbarukan, industri mineral tambang hingga industri padat terampil seperti industri pariwisata dan ekonomi kreatif.“, tutup Imam