Menu Close

Desa di Jepang: Fokus Ekonomi Digital dan Penyaluran SDM

Jakarta (13/6), AKSITARU Indonesia menghadiri undangan diskusi BRIN Pusat Riset Kesejahteraan Sosial dan Konektivitas yang diselenggarakan secara daring, pada Selasa (13/5) dengan menghadirkan Sekiguchi Ryukai dari Kementrian Dalam Negeri & Informasi Pemerintah Jepang. Kegiatan ini berjudul Revitalisasi Perdesaan dan Pembangunan Kawasan di Jepang.

Sekiguchi, memaparkan beberapa program unggulan pemerintah Jepang dalam membangun kawasan perdesaan dari program relawan transmigrasi desa, inkubator usaha desa, pimpinan proyek regional, penggabungan wilayah dan Hometown Working Holiday.

Tangkapan Layar Zoom (13/6)

“Transmigrasi yang kita selenggarakan, menyasar kalangan millenials menyasar usia produktif (20-30 tahun) dengan kriteria latar belakang pendidikan teknik/ terampil bidang digital atau manufaktur. Lalu Kami subsidi mereka melalui gaji tetap per bulan dan insentif proyek rintisan, selama tiga (3) tahun kontrak program. Setelah program selesai, kami evaluasi performa transmigran apakah hendak menetap (melanjutkan tinggal) atau berhenti”, jelas Sekeguchi

Ia juga mendorong berbagai proyek inisiatif dari beberapa kementrian lain, seperti hometown working holiday yakni penyaluran tenaga kerja dari perusahaan-perusahaan swasta (kota) untuk menyalurkan pekerja-nya berlibur sambil bekerja di desa mendampingi project-project kami di desa. Disamping itu, ada bauran program untuk memagangkan atau menyalurkan senior=senior perusahaan swasta di kota-kota besar, untuk mengelola proyek-proyek bersakala kawasan (regional) yang sumbernya didanai.

“Kami sangat membuka keterlibatan perusahaan (swasta) dan institusi pemerintah di lingkup regional, untuk mendampingi koperasi-koperasi desa. Mereka (swasta) kami libatkan sebagai tenaga ahli yang bertugas menyalurkan atau mendorong transfer/ tacid knowledge ke masyarakat desa, lewat transisi ekonomi konvensional menuju ekonomi digital dan sirkular. Mereka yang magang, mendampingi koperasi desa, pelaku usaha desa dan kontinu. Beruntung, cara kerja dari jauh (telework) dan kerja dari desa ini membantu kami “, jelasnya.

Tangkapan layar Zoom

Dalam paparan itu, Eko Fajar selaku perwakilan AKSITARU juga mengutarakan pendapat tentang, bagaimana praktik pembangunan desa di Indonesia.

“Belajar dari praktik pembangunan desa di Jepang, semuanya fokus ke penciptaan SDM Terampil di desa melalui peran pemerintah pusat- daerah dan swasta. Lalu dilibatkan pula inkubasi usaha (inkubator) yang mendampingi desa. Hal yang unik, justru semua program dikoordinasikan tanpa ada kementrian desa, yang menarik lagi kementrian yang mengurusi hajat hidup orang banyak seperti pertanian, kehutanan dan kelautan. Ada dalam 1 kementrian. Apa ini kuncinya?”

Eko juga menuturkan bahwa ada fenomena yang berkebalikan dengan pemekaran wilayah di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pemekaran wilayah di Jepang dilandasari karena perubahan struktur demografi dan jenis pekerjaan.

“Jadi kalau di Jepang ini, pemekaran wilayah itu terjadi melalui penggabungan beberapa desa yang mengalami perkotaan. Di Jepang, wilayah yang mekar itu karena struktur demografi dan komposisi pekerja itu mengalami gejala perkotaan, nah wilayah seperti itu digabung menjadi kota administratif. Itu pun harus dilihat bagaimana kondisi ekonomi mereka dan pekerjaan mereka. Sementara di Indonesia, pemekaran ini justru terjadi karena persaingan basis dan konstituen politik.”. jelasnya

Menjawab tanggapan Eko, Sekiguchi pun menceritakan bahwa kunci memajukan desa menurut pemerintahan jepang terletak bagaimana membangun value of life kepada masyarakat dan memiliki kesepakatan dengan politisi agar program pembangunan desa didorong bersama-sama.

“Untuk mereka yang sudah di usia 50 tahun keatas, bekerja di desa adalah cara mereka untuk tinggal di wilayah yang lebih sunyi,aman, dan sehat. Kami beri mereka layanan pengasuhan di desa. Sementara bagi mereka, yang berada di usia dibawah 50 tahun, kami beri opsi (alternatif) tidak ada paksakan harus tinggal di desa. Namun jika tinggal di desa, insentif yang akan mereka dapatkan seperti tunjangan keluarga, dan insentif lainnya akan lebih besar dibanding mereka menetap di kota. Kami alokasikan, nilainya pun setara 18 T Yen per tahun”, jelasnya

Tutup Sekiguchi, bahwa pembangunan SDM di desa perlu didorong melalui pendekatan mindset (revolusi mental dan kesadaran), pendekatan kewilayahan (intervensi pemekaran) dan kemitraan swasta guna (penyaluran/ pemagangan tenaga kerja terampil) guna mendorong ketahanan masyarakat desa.

Bagikan ke
Posted in Rilis Pers

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

go to top