Via Zoom (3/10/2020), pada pekan pertama Oktober, AKSITARU Indonesia kembali menghadirkan kelas daring pelatihan kader teknik desa melalui Zoom Cloud Meetings. Kegiatan ini diikuti kurang lebih 25 orang, dari unsur BPD, Pejabat Perangkat Desa (PPDI) dan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa dari beberapa propinsi di Indonesia. Kegiatan hari itu, mengambil topik dari modul pelatihan Neraca Ekosistem Desa oleh saudara Zahrul Atarinafi, S.T. selaku pemateri/ fasilitator kegiatan.
Dalam materi kelas hari ini, Zahrul menekankan pentingnya bagi pemerintahan desa mengarusutamakan program yang mengarah kepada keseimbangan alam desa, dan tak hanya menuntut produktivitas alam desa terus-menerus tanpa memertimbangkan upaya konservasi dan atau revitalisasi lahan di desa.Neraca ekosistem desa ini menekankan pada konsep umum ketersediaan dan kemampuan lahan Beberapa manfaat dari neraca ekosistem desa ini, akan membantu pemerintahan dan warga desa bijak dalam mengalokasi ruang (lahan), menghitung kebutuhan air dan lahan. Biasanya, Neraca ekosistem desa ini diterapkan oleh kelompok teknokratik atau akademisi dalam menghitung kesesuaian lahan di suatu daerah.
“Bu, Pak. Neraca Ekosistem Desa ini bisa menjadi panduan bagi bapak/ ibu, saat menentukan jenis kegiatan penggunaan lahan di desa agar berkelanjutan. Ada beberapa parameter, di antaranya tekstur tanah, permeabilitas, kedalaman lapisan tanah, lereng permukaan, drainase, karakteristik batuan dan erosi tanah. Secara umum, terdapat delapan (8) kelas kemampuan lahan, bu pak dan dari masing-masing kelas, memiliki karakteristik penggunaan lahan,”, Jelas Zahrul
Dengan memahami karakteristik kelas kemampuan lahan, dengan baik. Peserta akan memahami prinsip pengelolaan lahan desa secara efektif dan tepat guna. Lanjut Zahrul, mengungkapkan bahwa dengan memertimbangkan kedelapan kelas kemampuan lahan, peserta akan selektif dalam melakukan pemilihan vegetasi tanaman yang akan ditanam.
“Ibu, bapak. Dengan mengetahui kelas kemampuan lahan ini, misalkan lahan kita memiliki karakteristik di tabel kelas III dan IV, dengan parameter memiliki hambatan besar (berada di kemiringan lereng yang cukup terjal) sehingga tidak sembarang tanaman musiman dapat ditanam. Ibu/ bapak, perlu selektif memilih jenis tanaman yang mampu mengikat tanah dan menjadi sumber cadangan air tanah di masa yang akan datang. Vegetasi tanaman yang cocok di antaranya seperti sengon, jati dan pinus. Adapun konsep saat ini, yang sedang booming, bahwa bapak/ ibu dapat menanam di sela-sela pohon itu dengan tanaman musiman berbuah seperti kopi, coklat, cengkeh atau durian. Tentu dengan mempertimbangkan jarak tanam, biasanya, jarak 2- 3 meter, tanaman musiman dapat ditanam. Konsep ini biasa dikenal dengan konsep agroforestry ”, Lanjut Zahrul
Setelah sesi paparan tersebut selesai, beberapa peserta menyatakan beberapa sintesa diskusi menurut intepretasinya dan adapula yang mengajukan pertanyaannya, di antaranya dari Agus Saefulloh (BPD Lebak Banten), Demang Joko (BPD Madiun), Ali Mas’ud (BPD Blitar) , Faturrohman (BPD Kab. Semarang), Feri Sunandar .
“Materi ini sangat relevan dengan kondisi di desa saya, yang berbatasan dengan hutan perhutani. Kita juga telah merencanakan, untuk segera membuat peta batas desa dan peta tanah kas desa, mas. Yang selanjutnya, kita mohon dukungannya dari rekan-rekan AKSITARU”, Agus Saefulloh
Ali Mas’ud juga meyakinkan bahwa konsep Neraca ekosistem desa ini, mudah diimplementasikan. Dirinya mengaku telah kita mempraktikkan melalui metode demplot (demonstration plot) untuk lahan kas desanya. Tetapi setelah mengikuti diskusi ini, ia mendapat banyak hal soal pilian vegetasi tanaman yang lain.
Sementara, ketiga peserta lain yakni Bapak Demang, Faturokhman dan Feri Sunandar. Ketiganya lebih menekankan bahwa neraca ekosistem desa ini akan lebih implementatif, jika masing-masing desa, telah memiliki kepastian, dan kesepakatan terhadap kondisi lahan kas desa.
“Saya harap kita, sebagai pemerintah desa mampu mendorong kebijakan pengelolaan kas desa oleh pemerintah desa. Karena selama ini, banyak penyalahgunaan ruang di desa, akibat tata kelola atau kepastian hukum terhadap asset desa, itu tiada. Alhamdulillah, berkaca dari desa saya, desa saya itu, sudah mengganggarkan oleh dana desa, untuk program sertifikasi hak pakai bagi semua tanah kas di desa. Itu kita pakai anggaran desa, ditambah dari alokasi anggaran program PTSL dari BPN. Maka itu saya mendorong kepada rekan-rekan BPD se Indonesia, Yuk kita sertifikasi tanah kas desa segera”, Demang Joko
Ia (Demang Joko) juga menambahkan bahwa kita sebagai peserta pelatihan AKSITARU ini, memiliki PR (pekerjaan rumah), tentang asset desa yang telah berubah fungsi atau kondisinya sudah terbangun fasilitas umum. Menurutnya, pemerintah desa seharusnya melakukan pendataan terhadap fasilitas publik (puskesmas, sekolah, mushola/ sarana ibadah, gedung serba guna, kantor).
Setelah mendengar antusiasme peserta, moderator kegiatan menutup kegiatan dengan memberikan simpulan kegiatan/ penutup.
“Bapak ibu, semuanya. Kita telah belajar neraca ekosistem desa, harapannya bapak/ ibu bijak dalam memanfaatkan ruang (lahan) di desa dengan bijak dan efektif. Belajar dari pandemi covid 19, kita perlu mengalokasikan lahan untuk lumbung pangan, begitupun lahan untuk lingkungan permukiman yang layak huni. Penting bagi kita untuk mengidentifikasi,dan memetakan potensi lahan di desa kita. Kita perlu evaluasi penggunaannya, apakah sudah terkelola dengan baik/ belum, dan mana yang masih terbengkalai. Yang sudah sesuai, lanjutkan dan yang belum, mari kita evaluasi dengan tools neraca ekosistem desa ini. Kita lihat kesesuaian dan kemampuan lahannya, lalu yang lebih penting, Kami mendorong bapak/ ibu, pemerintah desa berkomitmen sepenuhnya terapkan konsep neraca ekosistem desa. Lebih lanjut, terlampir pada modul kami atau materi kami ini”, jawab Eko Fajar, Moderator kegiatan
Eko juga melanjutkan, bahwa dengan menerapkan konsep neraca ekosistem desa ini, ia meyakinkan kepada peserta bahwa pemerintahan desa telah berpartisipasi dalam pencapaian Desa Peduli Lingkungan (Darat/ Laut), yang termuat dalam konsep Desa SDGs/ Desa Berkelanjutan. Dari matriks kemampuan lahan dan ketersediaan lahan, itulah kita secara bijak menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Diskusi pun ditutup oleh apresiasi dari moderator dan pengambilan dokumentasi bersama.